Sabtu, 17 Januari 2015

He Isn't...chapter 2

Namun saat ia sedang asik menelisik satu-persatu window tentang perusahaan ayah angkatnya "ZiCompany" ia dikagetkan dengan foto sepasang suami istri beserta bayi kecil diantara mereka.Tiba-tiba gadis itu merasa pusing, kepalanya berdenyut hebat seperti terkena tumpukan batu besar, ia merasa seperti mendengar teriakan kepanikan orang-orang, suara ledakan hebat dan.......

"Luna...." gadis itu terbangun saat seseorang memanggil namanya, pelan-pelan ia membuka kedua matanya, mengedarkan pandangannya "Bagaimana aku bisa ada disini?" tanyanya saat ia meyakini bahwa kini ia berada di dalam kamarnya. "Tadi Nona Luna pingsan saat sedang berada di perpustakaan kampus" jawab seorang gadis yang berusia lebih tua lima tahun daripada Luna. Luna pun teringat tentang foto yang tadi ia lihat di halaman pribadi perusahaan ayahnya. "Dimana ayah? Apa ayah tahu bahwa aku pingsan?" tanyanya dengan nada cemas, takut-takut ayahnya tahu bahwa tadi ia sedang membuka halaman pribadi "ZiCompany"

"Tidak. Tuan tidak tahu bahwa Nona tadi pingsan, handphone Tuan tidak bisa dihubungi sejak kemarin malam, sepertinya Tuan sedang ada rapat di Brazil" jelas pria berambut kecoklatan dengan model spiky, bernama Eros yang bertugas mengantar kemanapun Luna pergi. Memang sejak dua hari yang lalu Grego, tidak ada dirumah. Ia berkata pada Luna, sedang ada proyek tambang di Brazil yang terkena masalah perizinan "kapan ayah akan pulang?" tanya Luna pada Eros dengan tatapan lesu. "Mungkin tiga atau empat hari lagi, apakah Nona ingin saya menyampaikan pesan kepada Tuan?" bukannya menjawab Luna justru menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya "tidak perlu, kau dan Tia keluarlah jangan ganggu aku, dan jangan ada yang masuk ke kamarku, aku ingin istirahat" perintahnya dengan nada lemas. "Baiklah jika Nona ada perlu, panggil saja kami" ucap Tia sambil membungkukkan badannya, begitu juga dengan Eros. Membungkukkan badan adalah suatu hal yang harus dilakukan para pengawal di rumah itu, sebagai tanda hormat, hal itu harus dilakukan tiap bertemu dengan Grego dan Luna selaku pemilik rumah tersebut.

"Eros" panggil Tia tiba-tiba setelah ia menutup pintu kamar Luna, "Apakah kau tadi melihat, halaman web apa yang dibuka oleh Nona?" tanyanya setengah berbisik, sambil memperhatikan sekitar. Eros hanya menjawabnya dengan anggukan kecil. "Mungkinkah Nona tahu yang sebenarnya?" tanyanya lagi. Eros tampak berpikir sejenak "entahlah, tutup mulutmu itu cukup kita berdua yang tahu tentang ini" ujarnya tak kalah pelan dengan nada Tia lalu melangkah pergi.

Eros memasuki kamarnya dengan langkah gontai, kamar yang ukurannya tidak terlalu besar namun bisa dikatakan cukup mewah bagi seorang supir pribadi seperti dirinya. Di kamarnya yang hanya berukuran 4x4 meter persegi, terdapat AC, sebuah TV plasma lengkap dengan saluran berlangganan dari merek terkenal dan sebuah laptop super canggih yang diberikan oleh Grego, laptop itu diberikan padanya dengan tujuan agar ia bisa mengerjakan semua perintah dari Grego. Sebuah perintah yang tidak biasa dilakukan oleh seorang supir. Di pojok kamar Eros terdapat sebuah lemari tua yang tak pernah ia sentuh sejak kejadian beberapa tahun silam. Suatu kejadian yang bisa saja merenggut nyawa Eros saat itu juga, namun Tuhan berkata lain, Eros masih bisa selamat walaupun tak banyak yang tahu.

"Sreekkk" ia menarik sebuah kotak yang penuh debu "TRIPROYEKTOR-Washington 2000" begitulah tulisan yang tertera diatas kotak tersebut, satu-satunya kotak yang dapat dibawa keluar oleh dirinya saat kejadian itu. Pelan-pelan ia membuka kotak tersebut seiring dengan terbukanya kenangan saat ia masih menjadi kepala teknisi di sebuah perusahaan kimia ternama di Jepang "Chemical of World-Japan'78". Eros hanya bisa tersenyum simpul saat membaca satu persatu dokumen tersebut, surat perjanjian, rancangan bangunan, rancangan aliran listrik. Ia terus tersenyum sampai sebuah foto memudarkan senyuman lebarnya. Sebuah foto yang menggambarkan keakraban antar pekerja Chemical Of World-Japan'78 bersama sang pemilik perusahaan Park Soo Gyu  dan istrinya Irama Musicha, yang ikut tewas dalam kejadian itu. Kejadian yang membakar habis perusahaan kebangaannya, beserta ratusan karyawannya lainnya.

Sejak kemarin siang Luna sama sekali tidak keluar dari kamarnya dan tidak ada seorangpun yang diizinkan masuk untuk menemuinya. "Non.. Non Luna ayo makan, ini Auntie udah bikinkan sushi salmon kesukaan Non.." wanita paruh baya yang biasa disapa Auntie Friza ini, adalah asisten rumah tangga yang bertugas memasak dan menyiapkan makan untuk Luna. Sejak kemarin setiap jam sarapan, makan siang, dan makan malam, ia terus berusaha mengetuk pintu kamar Luna, membujuknya agar Luna mau makan, namun usahanya sia-sia.

"Luna belum mau makan, Aunt?" tegur Eros saat ia melintas di depan kamar Luna.
"Belum nih Ros. Waktu itu kamu kan yang membawa Nona Luna keluar dari perpustakaan kampusnya? Sebenarnya apa yang terjadi disana sampai Nona Luna bersikap seperti ini?" raut wajah Friza menggambarkan kecemasan terhadap Luna yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri. "Gak ada apa-apa disana, Aunt"
"Kamu yakin gak ada apa-apa? Auntie denger kemaren Luna pulang dalam keadaan pingsan" Friza bisa melihat bahwa Eros sedang menyembunyikan sesuatu. Eros mencoba tenang menghadapi hujanan pertanyaan, "Ak...."
"Eros! Masuk!!" Tiba-tiba Luna berteriak dari dalam kamarnya, yang membuat Eros gagal menjawab pertanyaan Friza, "Sana.. kamu buruan masuk, sekalian kasih ini buat Non Luna" Friza langsung menyerahkan nampan berisi semangkuk seaweed sup, hot green tea dan sushi salmon kesukaan Luna Eros pun langsung cepat-cepat masuk ke kamar Luna.

"Aku gak suruh kamu bawa makanan! Aku cuman manggil kamu!" Bentak Luna menyambut kedatangan Eros. Eros hanya bisa menghela nafas melihat sikap Luna seperti ini. Bukanlah suatu hal yang aneh lagi jika Eros mendengar makian, bentakan, cacian atau apapun ungkapan kemarahan dari Luna, karena sejak awal Eros memang selalu menjadi tempat "curhat" Luna. Hanya Eros satu-satunya orang yang bisa menenangkan Luna di rumah itu, Grego yang selama ini menjadi "ayah" Luna saja tak mampu mengatasinya.

Dengan tenang Eros berjalan mendekati Luna yang tampak lusuh di atas kasurnya "Happy Birthday To You..Happy bday To You.. Happy Bday Alunan Melodi" Eros memberikan semangkuk seaweed soup berniat untuk menyuapi Luna. Bukannya membuka mulut, Luna justru memeluk Eros dengan erat yang hampir membuat mangkuk seaweed soup itu tumpah jika saja Eros tak kuat memegangnya. Luna menangis sejadi-jadinya di pelukan Eros. "Thankyou, you just the one. The only one who always remember my fucking bday" ucap Luna sambil sesenggukan. "Makan dulu seaweed soupnya baru nangis" canda Eros, Luna hanya tertawa kecil lalu membuka mulutnya, menerima suapan seaweed soup, yang merupakan makanan khas orang Korea saat perayaan ulang tahun. "Sebenernya bukan cuman aku yang inget ulangtahun kamu, Autie Friza, Tia dan yang lainnya juga inget ulangtahun kamu, cuman mereka gak berani ngucapin karena kamu gak mau keluar kamar berhari-hari" Luna hanya menatap Eros tanpa berkata sedikitpun. "Kamu gak percaya kalau mereka semua inget? Kamu gak tau kan kalau mereka tadi pagi sibuk masakin ini semua buat kamu" Luna tak menjawab dan hanya memeluk Eros dengan erat, menangis sejadi-jadinya melepaskan semua perasaannya selama ini, kekesalan, emosinya, dan kerinduan akan satu hal yang tak pernah ia tahu tapi selalu ia cari.

Eros melepaskan Luna dari pelukannya, menghapus airmata dipipinya dan mengecup pelan bibir kecil Luna. Seketika jantung Luna tak berdetak, ia merasakan waktu seakan terhenti, ia terus memandang kedua mata Eros yang tertutup rapat "cuman itu satu-satunya cara supaya kamu gak nangis lagi" Eros tersenyum tenang lalu bangkit dari kasur Luna "yaudah kamu habisin makanannya, aku keluar dulu" di luar dugaan, Luna  menari tangan Eros dan balas mencium bibir Eros. "Suapin" ucapnya manja tanpa bisa menyembunyikan semburat merah di kedua pipinya..

-C-



Senin, 29 Desember 2014

He Isn't...

Gadis berambut panjang lurus berwarna hitam dan berkulit kulit putih itu terus menatap monitor di depannya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan ke sekitarnya. Ia masih fokus mencari data-data dari Google tentang siapa sosok ayahnya selama ini. Data yang ia cari tersebut bukanlah data-data tentang ayah kandungnya, tetapi ayah angkatnya. Seorang lelaki yang telah berusia sekitar enam puluh lima tahun, namun masih sangat sehat dan terlihat bugar untuk menjadi seorang direktur di sebuah perusahaan yang kerap dirahasiakan dari dirinya. Gadis itu sudah tak memiliki Ayah lagi, ah bukannya tak memiliki hanya saja ayahnya sudah meninggalkannya sejak tujuh belas tahun lalu, tepatnya saat ia berusia satu tahun. Menurut cerita sang Ayah angkat, ayah kandung gadis ini meninggalkannya tepat di hari ulang tahunnya, di pagi hari yang gelap gulita, begitulah kata sang Ayah angkat. Namun entah mengapa hati si gadis kerap merasa ada yang mengganjal jika mengingat cerita sang Ayah angkat, ia merasa bahwa Ayah angkatnya sedang menyembunyikan sesuatu dari dirinya, walaupun kerap merasa seperti itu, si Gadis tak pernah berani mengungkapkan hal tersebut karena takut dikurung dalam kamar dan tak diberi makan berhari-hari, seperti yang pernah terjadi saat ia duduk dibangku kelas dua SMP dulu. 

Mulai sejak itu ia berhenti bertanya-tanya dan mencari tahu tentang siapa sosok ayah kandungnya.  Ia pun tak dapat bertanya kepada siapapun lagi selain sang Ayah angkat, karena satu-satunya sanak keluarga yang ia miliki di Forks City Amerika Serikat ini hanyalah sang Ayah, ia tak tahu dimana keberadaan Ibu kandungnya, sang Ayah tak pernah menjawab jika ditanya tentang hal itu. Selain itu sang Ayah angkat juga tak memiliki sanak saudara, bahkan di dalam data siswa yang dimiliki oleh pihak sekolah si Gadis, sang Ayah tidak mencantumkan nama Ibu, yang tertulis di raport hanya nama sang Ayah angkat, Grego Florensius Determine yang tertulis sebagai Wirausaha. 

Walaupun begitu ia tak hanya tinggal berdua dengan sang Ayah angkat dirumahnya, tetapi juga tinggal bersama dua puluh orang pengawal, tujuh orang pembantu, dua ekor anjing penjaga dan seekor anjing berjenis cuddle yang merupakan peliharaannya sejak tiga tahun lalu . Para pengawal tersebut bertugas menjaga rumah, dan mengawal ayahnya jika pergi keluar rumah ataupun keluar kota. Sedangkan para pembantu tadi bertugas layaknya pembantu yang membereskan dan membersihkan rumah, tetapi ada dua orang pembantu yang bertugas sebagai penjaga si gadis tersebut kemanapun ia pergi. Hal itulah yang selalu membuatnya merasa aneh dan curiga terhadap Ayah Angkatnya, mengapa sang Ayah harus dikawal kemanapun ia pergi? dan mengapa pula ia juga harus ditemani para pembantu itu, bahkan ketika ia tidur sekalipun? Apakah ayahnya benar-benar seorang wirausaha seperti yang tertulis di dalam data siswa raport miliknya?

Setelah hampir lima tahun membiarkan semua perasaan gundahnya selama ini, ia pun sekarang sedang diam-diam mencari tahu siapa sebenarnya sosok ayah kandungnya dan siapa ayah angkatnya. Ia tak berani melakukan hal ini di rumah karena takut ketahuan oleh sang Ayah maupun oleh pengawalnya, maka ia pun menggunakan perpustakaan kampusnya untuk mencari data-data tersebut. Satu-satunya tempat teraman, karena tidak dapat dijangkau oleh dua orang pengawal wanitanya. Hal ini disebabkan karena, orang-orang yang diizinkan masuk ke perpustakaan tersebut hanyalah siswa dari University of Washington Faculty of Technology Information.